Popular posts

PROTEIN

Rabu, 18 Desember 2013
Posted by Unknown
Tujuan percobaan
Setelah mempelajari teori dan melaksanakan praktek, mahasiswa diharapkan dapat memahami cara menganalisis kadar protein dalam bahan hasil pertanian dan pangan dengan cara semi mikro Kjeldahl.
Dasar percobaan
Analisis protein didasarkan pada:
-         Pengukuran jumlah atau kadar N, karena komponen bahan pangan lain spt lemak dan KH tidak mengandung N, dan hanya sedikit komponen yang mengandung N dan dalam kadar rendah
-         Reaksi spesifik suatu senyawa/reagen dengan ikatan peptida
-         Reaksi spesifik asam amino tertentu dengan suatu reagen (misal metode Lowry: reaksi tirosin dan triptofan dengan fosfotsungtat-fosfomolibdat)
-         Reaksi antara protein dengan suatu senyawa seperti metode fenol (protein bereaksi dengan fenol)
-         Metode spektrofotometri: absorbsi spesifik protein pada panjang gelombang uv misal 280 nm
-         Turbidimetri: berdasarkan kekeruhan
-         dll
Bahan percobaan :
Kedelai, kacang tanah, roti, beras, gandum, susu
Alat percobaan :
Alat destruksi, destilasi dan titrasi

A.   Penentuan Kadar Protein berdasarkan metode Mikro Kjeldahl
Metoda ini dikembangkan oleh Kjedahl, merupakan peneraan empiris (tidak langsung), yang diukur adalah kadar Nitrogen. Umumnya kadar N dalam protein adalah 16% sehingga kadar protein dalam suatu bahan=kadar N x 100/16, yaitu 6,25 adalah faktor konversi yang umum digunakan. Faktor konversi bisa berbeda tergantung jenis protein dan kadar N dalam protein tsb. Misal:  Protein gandum (5,70) ;  Protein susu (6,38) ; Gelatin (5,55), beras (5,95) ; kacang tanah (5,46) ; kedelai (5,75) ; makaroni (5,70). Kelemahan dari metoda ini adalah senyawa lain selain protein yang mengandung N terukur sebagai protein. Misal senyawa bernitrogen: asam amino bebas, urea, amonia, asam nukleat, nitrit, nitrat, amida, purin, pirimidin. Oleh karena itu analisis dengan metode Kjedahl disebut analisis protein kasar (crude protein)

Prinsip : terdapat tiga (3) tahapan analisa kadar N total metoda Kjeldahl, yaitu :
1.    Dekstrusi :     
Dalam proses oksidasi dilakukan pemanasan dengan asam sulfat dan katalisator garam potasium atau natrium. Tujuan melepaskan nitrogen dari protein dengan cara sampel dipanaskan dalam larutan asam sulfat pekat, Unsur C dan H teroksidasi menjadi H20, CO2, CO, Unsur N berubah menjadi amonium sulfat (NH4)2SO4. Asam sulfat juga mendestruksi KH dan lemak yang mempengaruhi jumlah asam sulfat yang dibutuhkan  
2.    Destilasi
Pada tahap ini amonium sulfat dipecah menjadi ammonia. Amonia yang dibebaskan ditampung dalam larutan asam standar biasanya HCl atau asam borat 4% yang jumlahnya berlebihan
3.    Titrasi
Tujuan menentukan kadar N dalam sampel
      
      Kadar Protein = %N x factor koreksi

Cara Kerja :
1.    Ambil 10 ml susu atau larutan portein dan masukkan dalam labu takar 100 ml dan encerkan dengan aquades sampai tanda
2.    Ambil 10 ml dari larutan ini dan masukkan dalam labu kjeldahl 50 ml dan tambahkan 10 asam sulfat 98% bebas N. Tambahkan 5 gram campuran Na2SO4-HgO (20:1) untuk katalisator
3.    Didihkan sampai jernih dan selanjutnya pendidihan 30 menit lagi. Setelah dingin cucilah dinding labu kjeldahl dengan aquades dan didihkan selama 30 menit lagi
4.    Setelah dingin ditambahkan 140 ml aquades dan tambahkan 35 ml laruan NaOH-Na2S2O3 dan beberapa butiran zenk
5.    Lakukan distilasi, distilat ditampung sebanyak 100 ml dalam erlenmeyer yang berisi larutan jenuh asam borat dan beberapa tetes indikator metil merah/metil biru
6.    Titrasilah larutan yang diperoleh dengan 0,02 N HCl
7.    Hitunglah total N atau % protein dalam contoh

B.   Penentuan Kadar Protein berdasarkan metode Formol
Metode ini digunakan untu mengukur kadar N-amino, dapat digunakan untuk mengukur tingkat hidrolisis protein. Reaksi antara formol dengan gugus amino tetapi tidak dapat membedakan antara gugus amino dengan gugus amin yang lain
Prinsip :
Larutan filtrate yang mengandung protein dinetralkan dengan basa NaOH kemudian ditambah formalin. Formalin akan bereaksi dengan gugus amino dari protein atau asam amino membentuk dimethilol. Gugus karboksil (COOH) dari asam amino akan dititer dengan NaOH sampai titik akhir titrasi terbentuk warna merah muda permanen dengan menggunakan indicator PP.
Cara Kerja :
1.    Pipet larutan sampel (susu) ke dalam erlenmeyer 125 mL dan tambahkan 20 mL akuades, 0,4 mL larutan K-oksalat jenuh (K-oksalat : air = 1 : 3) dan 1 mL indicator PP 1%. Diamkan selama 1 menit
2.    Titrasi larutan menggunakan 0,1 N NaOH sampai terbentuk warna standar (merah muda). Warna standar : 10 mL susu + 10 mL akuades + 0,4 mL K-oksalat jenuh + 1 tetes 0,01% indicator rosanilin-klorida.
3.    Ditambahkan 2 mL larutan formaldehida 40% dan titrasi kembali dengan larutan NaOH sampai warna standar tercapai lagi (catat volume titrasi)
4.    Buat titrasi blanko : 20 mL akuades + 0,4 mL larutan K-oksalat jenuh + 1 mL indicator PP + 2 mL larutan formaldehida. Titrasi dengan NaOH
5.    Titrasi terkoreksi yaitu titrasi kedua dikurangi titrasi blanko merupakan titrasi formol. Untuk mengetahui % protein, harus dibuat percobaan serupa dengan menggunakan larutan yang telah diketahui kadar proteinnya (missal dengan cara Kjeldahl).
6.    Untuk susu dapat digunakan factor 1,83 :
% protein susu = 1,83 x mL titrasi formol
% kasein = 1,63 x mL titrasi formol

ABU DAN MINERAL

Posted by Unknown
Tujuan Praktikum
Mahasiswa diharapkan dapat memahami cara menganalisis kadar abu dan mineral dalam bahan hasil pertanian dan pangan.
Pendahuluan
Kadar abu merupakan residu anorganik bahan setelah proses dekstrusi bahan organik dengan asam kuat. Kadar abu tidak selalu mewakili kadar mineral dalam bahan, disebabkan sebagian mineral rusak dan menguap atau saling bereaksi satu dengan lainnya selama pengabuan pada suhu yang amat tinggi. Perlakuan pendahuluan pada sampel untuk analisa kadar mineral dilakukan sistem pengabuan secara kering (dry ashing) atau basah (wet ashing).
Pada pengabuan kering, untuk mempercepat pengabuan bisa ditambahkan sedikit glyserin atau alkohol, H2O2, namun amonium nitrat tidak boleh dipakai karena dapat menyebabkan percikan-percikan selama pengabuan, sehingga sebagian abu lenyap. Pengabuan kering dilakukan pada suhu tidak lebih dari 5500C sampai abu berwarna putih (waktu bisa 24jam). Pengabuan kering dilakukan untuk analisa mineral kecuali As dan Hg.
Pada pengabuan kering, sebanyak 3-5 g sampel ditimbang dan di-abu-kan pada suhu rendah beberapa jam, lalu diambil, didinginkan dan ditambah 1-2 mL HNO3 pekat, dimasukkan kembali ke dalam muffle sampai pengabuan sempurna (abu berwarna putih). Cawan porselen kemudian diambil, didinginkan dalam desikator dan ditimbang berat abu nya. Abu yang dihasilkan ditambahkan HCl encer (1:1), dipanaskan dalam water bath, filtrat disaring menggunakan kertas saring. Residu dibilas dengan HCl encer. Filtrat kemudian diencerkan sampai tanda tera pada labu ukur (100mL) dengan akuades. Sampel siap dianalisa kadar mineral nya menggunakan AAS (Atomic Absorption Spectrophotometry), Flame Photometry, atau titrasi permanganometri untuk Ca.
Pada pengabuan basah, sebanyak 3-5 g sampel ditimbang dan dimasukkan dalam labu kjeldahl, ditambahkan H2SO4 dan HNO3 pekat sekitar 10mL, larutan dipanaskan sampai larutan jernih, diencerkan dengan akuades dan dipanaskan lagi. Pengabuan basah dilakukan tanpa menggunakan tanur. Biasa digunakan untuk penentuan mineral trace dan beracun. Kelebihan: lebih singkat, kerusakan mineral minimal. Filtrat digunakan untuk penentuan jenis mineral

Abu adalah zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik. Kandungan komposisinya tergantung pada macam bahan dan cara pengabuannya. Kadar abu ada hubungannya dengan mineral suatu bahan, hal ini dapat dibagi menjadi dua macam garam yaitu garam organik dan garam anorganik..
Tubuh tidak mampu mensintesa mineral sehingga unsur mineral harus disediakan lewat makanan. Mineral merupakan unsur essensial bagi fungsi normal sebagian enzim dan sangat penting dalam pengendalian komposisi cairan tubuh. Mineral yang terlibat dalam berbagai proses yaitu Cu, Za, I, Co, Mn, Mg, Kr, selenium. Banyak mineral dalam makanan berbentuk garam.
Acara 1 : Penetapan Total Abu
Alat : muffle (tanur pengabuan), cawan pengabuan, penjepit cawan
Cara kerja :
1.    Siapkan cawan pengabuan, kemudian masukkan dalam oven panaskan selama 1 jam, dinginkan dalam desikator selama 15 menit, dan timbang.
2.    Timbang bahan sebanyak 3-5 g dalam cawan tersebut, kemudian letakkan dalam tanur pengabuan (muffle), bakar sampai didapat abu berwarna abu-abu.
3.    Dinginkan dalam desikator, kemudian timbang.
Perhitungan :
Acara 2 : Penetapan Kadar Kalsium
Bahan :
Ammonium oksalat jenuh, indikator MM, asam asetat encer (1+4), asam sufat encer (1+4), ammonium hidroksida (1+4), KMnO4 0,01 N
Cara kerja :
1.    Timbang bahan dan lakukan pengabuan (cara kerja sama dengan acara 1)
2.    Tutup cawan dengan gelas arloji, perlahan-lahan tambahkan 40-50 ml HCl encer (1+1).
3.    Panaskan cawan di atas water bath selama 30 menit, angkat tutupnya dan bilas. Lanjutkan pemanasan selama 30 menit.
4.    Tambahkan 10 ml HCl (1+1) dan air untuk melarutkan garam-garam.
1.    Saring menggunakan kertas saring Whatman No. 44, masukkan filtrat ke dalam labu takar 100 ml
2.    Bilas residu yang tertinggal dalam cawan 1-2 kali menggunakan HCl (1+1) kemudian cuci residu yang tertinggal dalam kertas saring menggunakan HCl (1+1) juga.
3.    Ambil 10-100 ml filtrat, masukkan ke dalam gelas ukur 250 ml.
4.    Tambahkan 10 ml larutan ammonium oksalat jenuh dan 2 tetes indikator MM
5.    Buat larutan menjadi sedikit basa dengan menambahkan ammonia encer kemudian buat larutan menjadi sedikit asam dengan menambahkan beberapa tetes asam asetat sampai berwarna merah muda (pH 5)
6.    Panaskan larutan sampai mendidih, kemudian diamkan selama 4 jam
7.    Saring menggunakan kertas saring Whatman No.42 dan bilas dengan aquades sampai bebas oksalat
8.    Pindahkan endapan dengan H2SO4 encer (1+4) panas ke dalam gelas piala bekas tempat mengendapkan kalsium. Kemudian bilas satu kali lagi dengan air panas
9.    Selagi panas (70-80oC) titrasi dengan larutan KMnO4 0,01 N sampai larutan berwarna merah jambu permanen.

KROMATOGRAFI KERTAS DAN KAROMATOGRAFI LAPIS TIPIS

Posted by Unknown
Tujuan percobaan
Setelah mempelajari teori dan melaksanakan praktek, mahasiswa diharapkan dapat memahami cara menganalisis komponen kimia dalam bahan hasil pertanian dan pangan dengan menggunakan kromatografi kertas dan kromatografi lapis tipis.
Dasar percobaan
Kromatografi adalah teknik pemisahan campuran zat berdasarkan sifat fisik dari zat penyusun campuran zat-zat tersebut. Sifat fisik tersebut khususnya :
1.    Adanya tendensi molekul suatu zat untuk larut dalam suatu pelarut
2.    Adanya tendensi molekul suatu zat untuk teradsorpsi pada permukaan zat padat yang halus dengan permukaan yang luas
3.    Adanya tendensi molekul suatu zat untuk menguap.
Kromatografi mula-mula dipakai untuk memisahkan pigmen tanaman, menggunakan kromatografi kertas. Kertas yang dapat dipakai seperti : kertas whatman no. 541, no.2 atau no.3. kertas Whatman no. 541 memiliki kecepatan aliran pelarut cepat, no.3 sedang dan no.2 lambat, dalam memisahkan campuran secara kromatografi. Identifikasi noda-noda pada kertas kromatografi dinilai dari harga Rf (Retention Factor) dari sampel dan standar. Spot dengan nilai Rf yang sama dengan standar menunjukkan kandungan senyawa yang sama.

Tabel 1. Menunjukkan jenis pelarut yang dapat digunakan dalam pemisahan campuran zat.
Tabel 1. Perbandingan dan Jenis Pelarut yang dipakai dalam Kromatografi Kertas
Pelarut
Perbandingan
Pemisahan sampel
Fenol/air
Larutan jenuh
Asam amino
n-butanol/as.asetat/air
4:1:5
Asam amino
Etil asetat/piridin/air
2:1:2
Karbohidrat
Etil asetat/as.asetat/air
3:1:3
Karbohidrat
n-butanol/NH3
Jenuh
Asam-asam lemak

Kromatografi lapis tipis adalah suatu teknik kromatografi yang menggunakan lempeng plastik atau kaca yang dilapisi dengan lapisan tipis alumina, silika-gel, atau bahan serbuk (adsorben) lainnya. Medium ini dikatakan sebagai fase stasioner. Sedangkan pelarut yang digunakan untuk melarutkan fraksi atau komponen penyusun bahan dalam fase stasioner disebut sebagai larutan pengembang. Masing-masing komponen memiliki polaritas yang berbeda, apabila digunakan lempeng plastik atau kaca yang dilapisi dengan adsorben yang sifatnya polar, komponen yang sifatnya polar akan cenderung ter-adsorbsi pada adsorben dan tertahan pada fase stasioner ini, sedangkan komponen yang sifatnya lebih non polar akan ber-partisi dengan pengembang. Dengan demikian pemisahan masing-masing komponen akan terjadi. Jadi komponen yang paling non polar akan bergerak paling jauh (Christie, 2007).
Kromatografi lapis tipis merupakan metoda analisa yang cepat untuk dapat memisahkan dan identifikasi beragam komponen berdasarkan polaritasnya. Sama halnya dengan HPLC yang juga dapat digunakan untuk analisis fosfolipid dalam minyak nabati, namun kelebihan kromatografi lapis tipis ini dapat digunakan untuk analisa sampel yang kasar (tidak murni) dibandingkan dengan HPLC (Padley, et al., 1994). Kuantifikasi masing-masing komponen yang terpisah dapat dilakukan dengan alat densitometer, sering dinyatakan sebagai TLC-ScannerScanner dapat menganalisis lebih dari 20 sampel sekaligus yang ada pada plat KLT pada satu waktu sebagaimana analisa HPLC. Densitometri in situ pada plat kromatografi secara langsung dapat menentukan konsentrasi dari analit berdasarkan absorptiometri (Nzai and Proctor, 1998). 

Percobaan 1. Kromatografi Kertas

Prosedur kerja :
1.      Gunting kertas whatman no.2 ukuran 20x20cm
2.      Ditandai 1,5 cm dari bagian bawah kertas sebagai titik start
3.      Spotkan sampel, jarak antar spot +/- 1,5 cm
4.      Dilakukan pengembangan dalam bejana yang berisi larutan pengembang yang sesuai
5.      Pengembangan dilakukan sampai jarak tempuh pelarut 1 cm dari bagian atas kertas
6.      Hitung Rf yang teridentifikasi untuk masing-masing spot

Percobaan 2. Kromatografi Lapis Tipis

Kosentrasi standar fosfolipid (PC, PE dan PI) 1 mg/ml dilarutkan dalam larutan kloroform:metanol (95:5 v/v). Plat silika dikembangkan dengan larutan kloroform:metanol:air (110:25:3 v/v). Plat dikeringanginkan selama 10 menit dan diaktifkan selama 20 menit dalam oven suhu 100oC sebelum digunakan. Dalam volume yang sama (10µl) sampel ekstrak fosfolipid dan standar fosfolipid diteteskan (spotting) pada plat. Kertas saring ditempatkan dalam bejana pengembangan (developing chamber) dan ditambahkan larutan pengembang. Bejana dijenuhkan selama 10 menit sebelum proses kromatografi. Plat yang berisi spot ditempatkan dalam bejana pengembangan selama 40 menit dan dikeringanginkan 10 menit dan ditempatkan dalam oven 90oC selama 10 menit.
Deteksi fraksi-fraksi fosfolipid
            Deteksi destruktif (charring) terhadap fraksi fosfolipid yang terpisah dilakukan dengan dengan penyemprotan menggunakan larutan H2SO4 50%. Fosfolipid terdeteksi dengan terbentuknya warna keabu-abuan setelah penyemprotan dengan larutan H2SO4 50% dan pemanasan plat pada suhu 800C selama 10 menit. Deteksi non destruktif dilakukan menggunakan lampu ultraviolet.
Kuantifikasi fraksi-fraksi fosfolipid
Jenis-jenis  fosfolipid diukur konsentrasinya dengan peralatan densitometer menghasilkan kurva dengan luas area tertentu.

KROMATOGRAFI KOLOM

Posted by Unknown
Tujuan percobaan
Setelah mempelajari teori dan melaksanakan praktek, mahasiswa diharapkan dapat memahami cara menganalisis komponen kimia dalam bahan hasil pertanian dan pangan dengan menggunakan kromatografi kolom.
Dasar percobaan
Pada umumnya, bahwa kromatografi kolom dilaksanakan dalam sebuah kolom yang berisi dengan fase stasioner yang mempunyai porositas tertentu. Cairan yang membawa senyawa yang akan dipisahkan sebagai fase mobil yang bergerak didalam kolom yang telah berisi fase stasioner. Kromatografi kolom ini dapat dibagi menjadi empat jenis yaitu kromatografi adsorbsi, kromatografi partisi, kromatografi penukar ion dan kromatografi filtrasi gel. Kromatografi adsorbsi senyawa yang dipisahkan berlangsung secara selektif denan teradsorbsi pada permukaan adsorben yang ada di dalam kolom. Kromatografi partisi pemisahan secara selektif yang mengalami partisi antara lapisan cairan tipis pada penyangga padat yang bertindak sebagai fase stasioner dan eluennya yang bertindak sebagai fase mobil. Kromatografi penukar ion memisahkan komponen yang berbentuk ion yang nantinya akan terikat pada penukar ion yang berfungsi sebagai fase stasioner secara selektif  akan terlepasdari fase mobil. Kromatografi filtrasi gel yang permeabel sebagai fase stasioner dan pemisahan terjadi seperti orang mengayak yaitu berdasarkan ukuran molekuldari komponen yang dipisahkan.
Kromatografi adsorbsi
Kromatografi adsorbsi menggunakan zat padat sebagai adsorben yang berfungsi sebagai fase stasioner dan fase mobilnya menggunakan zat cair. Permukaan partikel adsorben pada umumnya lebih aktif dari pada bagian dalamnya. Pada saat partikel dimasukkan dalam pelarut, maka permukaan partikel mempunyai daya tarik baik pada zat-zat yang terlarut maupun pada zat pelarutnya. Daya tarik tersebut dapat bersifat elektrostatik atau ionik, daya tarik antar dua dipol, antara dipol dan dipol induksi dan karena daya vander waals. Agar daya tarik tersebut tinggi maka diperlukan permukaan yang luas.
Apabila larutan mengalir melalui permukaan partikel yang aktif, maka terjadi proses adsorbi dan desorbsi yang berhubungan antara konsentrasi larutan (Kl) dan bahan yang teradsorbsi (Kp) dapat digambarkan sebagaimana Gambar 1. kurva yang menghubungkan antara Kl dan Kp dinamakan kurva isoterm adsorbsi. Kedua hubungan ini dapat membentuk tiga hubungan



Acara 1. Penentuan Kadar tokoferol dalam minyak
Bahan kimia :
·        Etanol absolut
·        Heksan
·        Larutan bathophenantrolin : 193,4 mg dilarutkan dalam 100 ml etanol absolut
·        Larutan ferri klorida heksa hidrat dilarutkan dalam 100 ml etanol absolut dan disimpan dalam botol berwarna
·        Larutan asam fosfat :0,69 ml 86% asam fosfat dilarutkan dalam 100ml etanol absolut
·        Alumina yang telah diaktivasi sesuai untuk kromatografi kolom, 100-200 mesh
Prosedur kerja
1.      Timbang sekitar 0,1 gr sampel minyak dan larutkan dalam 5 ml heksan
2.      Kromatografi dilaksanakan dalam pipa kaca (ukuran 8 x 200 mm) bagian bawahnya ditutup dengan glas wool, seterusnya diisi 2,5 gr alumina dengan vibrator. Bagian atas juga ditutup dengan glas wool. Kolom dipersiapkan dengan mengelusi beberapa kali dengan pelarut. Masing-masing elusi dikerjakan setelah pelarut dari elusi sebelumnya keluar.
3.      Kolom mula-mula dikondisikan dengan 3 ml 2% aseton dalam heksan (v/v).diikuti dengan 5 ml heksan ke dalam kolom.
4.      5 ml larutan minyak dalam heksan diaplikasikan ke dalam kolom.
5.      Dialirkan melalui dinding kolom 1 ml , 2% aseton dalam heksan (v/v).  Senyawa pengganggu dielusi dengan 10 ml dengan pelarut yang sama diikuti dengan 2 ml, 20% etanol absolut dalam heksan. Eluatnya dibuang. Senyawa pengganggu telah semuanya terelusi, bila tambahan elusi dengan pelarut yang sama tidak menghasilkan warna merah dengan larutan bathophenantrolin dan feriklorida.
6.      Tempatkan labu volumetrik 10 ml di bawah kolom. Tuangkan ke dalam kolom 8,5 ml 20% etanol absolut dalam heksan untuk mengelusi tokoferol. Kumpulkan eluatnya. Sempurnakan elusi tokoferol dapat di cek dengan penambahan 20% etanol absolut dalam heksan, bila tidak memberikan warna merah pada larutan bathophenantrolin dan feriklorida.
Pembentukan warna
1.      Pembentukan warna dikerjakan dengan memberikan reagensia pada eluat yang ada dalam labu volumetrik yaitu 0,5 ml larutan feriklorida setelah 2 menit dengan 0,5 ml larutan asam folat
2.      Seterusnya volume sampel dijadikan 10 ml dengan menabahkan 20% larutan etanol absolut dalam heksan
3.      Baca besarnya absorbansi pada panjang gelombang 534 nm, 20-30 menit setelah asam folat ditambahkan. Blanko dikerjakan dengan cara sama kecuali sampel 5 ml heksan tidak mengandung minyak.